Reintegrasi Pendidikan Indonesia Tanpa Kesenjangan

Keberagaman yang Indonesia miliki merupakan suatu kekayaan yang tidak ternilai dan harus dijaga oleh semua rakyat Indonesia tanpa memandang perbedaan yang ada pada diri setiap individu. Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), reintegrasi merupakan penyatuan kembali atau pengutuhan kembali secara menyeluruh. Secara luas reintegrasi merupakan suatu tata cara penyatuan atau pengutuhan kembali secara menyeluruh suatu tatanan yang tercerai berai atau terbagi-bagi. Dalam konteksnya dengan dunia pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia, saya mengajak kita semua yang disebut sebgai rakyat Indonesia untuk turut serta ambil bagian dalam reintegrasi pendidikan yang ada di Indonesia sekarang ini. Lebih aktif dalam menanggapi segala masalah yang berkaitan dengan pendidikan di Indonesia. Seperti slogan yang selalu digelorakan oleh Bapak Presiden Jokowi Dodo tentang Revolusi Mental, dimana indonesia yang sekarang ini terutama bagi masyarakatnya sendiri harus berevolusi dalam bebagai aspek kehidupan. Dalam KBBI, evolusi merupakan perubahan (pertumbuhan, perkembangan) secara berangsur-angsur dan perlahan-lahan (sedikit demi sedikit). Revolusi merupakan perubahan kembali atau merubah kembali yang sudah ada menjadi lebih baik lagi secara bertahap sedikit demi sedikit.

Dalam prakteknya dan realita yang sebenarnya, memang tidak mudah untuk melakukan suatu revolusi dan reintegrasi terhadap tatanan yang sudah ada yang telah disepakati bersama, tetapi bukan berarti tidak mungkin jika tatanan yang sudah ada tersebut harus direvolusi dan diintegrasi melihat kondisi pendidikan yang tidak mengalami kemajuan. Seperti yang telah saya jelaskan diatas bahwa Indonesia memiliki banyak keberagaman, baik dari segi budaya, agama, ras, bahasa, dan masih banyak lagi yang bisa memunculkan berbagai perbedaan yang dapat kita lihat sekarang,terutama perbedaan mendasar dari segi ekonomi dan kwalitas hidup yang mencolok dan menjadi salah satu pemicu melebarnya kesenjangan kwalitas hidup sosial antara masyarakat Indonesia. Oleh karena itu revolusi mental yang dicanangkan oleh Bapak Presiden Jokowi Dodo harus kita dukung. Untuk mewujudkan revolusi mental yang ideal, setiap masyarakat Indonesia harus mempunyai kesadaran terhadap pribadi dan sesamanya. Ditambah dengan reintegrasi setiap kita dapat saling melengkapi untuk memadukan perbedaan pada setiap kita sehingga terwujudnya kesinambungan dalam setiap rencana kerja yang dibangun. Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkwalitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran. Pembelajaran bagi kita tentang makna (pengertian) pendidikan menurut para ahli.

1. Pengertian pendidikan menurut M.J. Langeveld

Pendidikan adalah merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugastugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.

2. Tujuan Pendidikan menurut prof dr langeveld

Pendewasaan diri, dengan ciri-cirinya yaitu : kematangan berpikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.

3. Pengertian pendidikan menurut driyarkara

Pendidikan didefinisikan sebagai upaya memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani. (Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1950, hlm.74.)

4. Pengertian pendidikan menurut Stella van Petten Henderson

Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.

5. Pengertian pendidikan menurut John Dewey (1978)

Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).

6. Pengertian pendidikan menurut H.H Horne

Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya. Carter V. Good Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.

7. Pengertian pendidikan menurut Thedore Brameld

Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).

Sejarah mencatat: Informasi mengenai bagaimana model pendidikan di masa prasejarah masih belum dapat terekonstruksi dengan sempurna. Namun bisa diasumsikan ”media pembelajaran” yang ada pada masa itu berkaitan dengan konteks sosial yang sederhana. Terutama berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan di kelompok sosialnya. 

Sejarah Pendidikan Indonesia Masa Kolonial

Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan.

Kesulitan keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak korban. Belanda membuat siasat agar pengeluaran untuk peperangan dapat ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan yang maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang praktis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu menjadi bagian yang dirugikan karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.

Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.

Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.

Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis dunia, tidak terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya yang lebih murah. Kebijakan yang dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru. Masalah lain yang paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu merupakan beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibuat untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yang empuk diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.

Pendidikan dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat.

Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.

Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.

Sekolah desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang memiliki kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun sekolah dan mengeluarkan biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk mengajar di lingkungan desa.

Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan berbagai masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.

Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.

Sejarah Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia setelah merdeka.

Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan kepada kementrian pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan supaya cepat untuk menyediakan dan mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan sumber daya, kendala gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui kursus selama dua tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud adalah buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta huruf di pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk menanggulangi angka buta aksara di Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan kurang lebih tidak berdampak pada rumah tangga kurang mampu.

Kemerdekaan Indonesia tidak membuat nasib orang tidak mampu terutama dari sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus gampang muncul kembali, contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa seperti cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yang diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong karena merupakan usaha gotong royong antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit dari Taiwan. Jadi, rakyat dipaksakan mengikuti kemauan dari pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai cara untuk menghasilkan panen yang lebih maksimal. Muller (1979:73) menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, paling-paling hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir tidak bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hidup dalam kemewahan.

Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai alat penguasa untuk mengembangkan program yang dianggap dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.

Riwayat Singkat Pendidikan Taman Siswa 

Pendiri pendidikan Taman S atau lebih dikenal dengan perguruan taman siswa ini adalah seorang bangsawan dari Yogyakarta bernama RM. Suwardi Suryaningrat. Dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889dari ayah bernama K.P.H. Suryaningrat .Setelah usia 39 tahun atau 40 tahun (tahun jawa), tepatnya pada tanggal 23 pebruari 1928 berganti nama menjadi Kihajar Dewantara. Pendidikan yang telah ditempuh dimulai dari Sekolah Dasar Belanda (Europesche Lagere School), kemudian melanjutkan pendidikan ke sekolah dokter di Stovia. Berhubung kekurangan biaya, sekolah ini ditinggalkan, kemudian bekerja dan memasuki dunia politik bersama sama lulusan Stovia yang lain seperti Dr.Cipto Mangun Kusuma dan Dr. Danurdirjo Setyabudi (Dr. Douwes Dekker).

pejuangan Sebelum Mendirikan Taman Siswa 

Sebelum memasuki lapangan pendidikan, bersama dengan dua teman lainnya Dr.Cipto Mangun Kusuma dan Dr. Danurdirjo Setyabudi, Kihajar Dewantara mendirikan organisasi politik yang bersifat revolusioner, sehingga terkenal dengan nama tiga serangkai pendiri Indische Partij (IP).

Dalam saat itu juga (1912) Kihajar Dewantara bersama dengan Dr. Cipto Mangunkusuma mendrikan Komite Bumiputera yang bertujuan memprotes adanya keharusan bagi rakyat Indonesia yang dijajah untuk merayakan kemerdekaan Nederland dari penindasan Napoleon yang dengan paksa mengumpulkan uang sampai kepelosok – pelosok.Dengan brosur pertama yang berjudul “Seandainya aku orang Belanda”dari karyanya sendiri yang secara singkat isinya tidak selayaknya bangsa Indonesia yang ditindas ikut merayakan kemerdekaan dari bangsa Belanda yang menindasnya.

Karena dianggap bahaya, Kihajar Dewantara diinternir ke Bangka, kemudian dieksternir ke negeri Belanda atas permintaannya sendiri.Pada massa ini dan ditempat inilah ia mendapatkan kesempatan untuk mempelajari masalah pendidikan dan pengajaran. Setelah 4 tahun, dengan tanpa diminta putusan eksternir itu dicabut sehingga ia dapat pulang kembali ke tanah airnya.

Sekembali ketanah airnya ia meneruskan perjuangan politiknya, dimulai lagi dari menulis di surat kabar yang berjudul “ Kembali ke Pertempuran” . ia menjadi sekretaris politik , dan menjadi redaktur tiga majalah dari partai politik (National Indesche Partij) tersebut yaitu De Beweging, Persatuan India , dan Penggugah. Dengan aktifnya kedunia politik hidupnya hanya untuk masuk dan keluar penjara.

Karena semakin kejam Pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia, lebih-lebih terhadap pergerakan rakyat Indonesia dan agar perjuangan untuk kepentingan bangsa lebih bermanfaat maka Kihajar Dewantara meninggalkan medan politik yang nampak, memasuki medan pendidikan dan pengajaran (1921) dimulai dari mengajar pada Sekolah Adhidarma kepunyaan kakaknya R.M Suryopranoto di Yogyakarta.

Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969) 

Pendidikan dan pengajaran sampai tahun 1945 di selenggarakan oleh kentor pengajaran yang terkenal dengan nama jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian dari kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru di bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri pendidikan dan pengajaran mulai 19 Agustus sampai 14 November 1945, kemudian diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. tidak lama kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober 1946. karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, pada dasarnya tidak banyak yang dapat diperbuat oleh para mentri tersebut.

1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan 

Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini dapat di pahami, karena pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas dari penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yang baru diproklamasikan.

Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cukup dan warga negara yang demokaratis secara bertanggung jawab tentang kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.

Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an di tujukan untuk:

• meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,

• meningkatkan pendidikan jasmani,

• meningkatkan pendidikan watak,

• menberikan perhatian terhafap kesenian,

• menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan

• mengurangi pendidikan pikiran.

Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yang gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan kebudayaan di adakan perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikenhendaki oleh pembukaan UUD 1945”.

2. Sistem Persekolahan

Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung tiga tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (SMP) sebagai sekolah menengah pertama umum; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan.

Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) sebagai sekolah menengah umum, dan sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah guru kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus guru.

Pendidikan di Indonesi Dewasa Ini

1. wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun

Pada tanggal 2 mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada tanggal 2 mei 1984, Indonesia juga memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD, bersamaan dengan peresmian berdirinya Universitas terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan utama yang berkaitan satu sama lain. Pertama, meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.

Sasaran-sasaran wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah, pertama, meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) tingkat SLTP menjadi 66,19% dari keadaan padaawal pelita V yang mencapai 52,67%. Kedua, meningkatkan jumblah lulusan SD/MI yang tertampung di SLTP dan MTs sebesar 5400.000, yaitu dari 2,56 juta pad tahun 1993/1994 menjadi 3,10 juta pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah guru SD yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III sekitar 70%.

Tantangan yang di hadapi oleh program wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun memang lebih besar jika dibandikan dengan wajib belajar 6 tahun. Alasnya antara lain, pertama, pada saat dimulainya wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru skitar separuh dari kelompok umur 13-15 tahun yang berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, sarana, dan tenaga yang dimiliki oleh Indonesia untuk melaksanakan wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebanyak pada saat dilaksanakan wajib belajar 6 tahun.

Misalnya, pembangunan SD dalam jumblah besar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun di SLTP diperlukan sarana, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, program wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat menunjukan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, dan fasilitas belajar lainnya.


2. pelaksanaan kurikulum 1994

Kurikulum 1994 di berlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994/1995. kurikulum 1994 disusun dengan maksud agar proses pendidikan dapat selalu menyesuakan diri dengan tantangan yang terus barkembang, sehingga mutu pendidikan akan semakin meningkat. Kurikulum 1984 yang telah berjalan 10 tahun dipandang perlu untuk diperbaharui karena menurut hasil-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yang tmpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yang dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No 2/1989 tentang System Pendididkan Nasional yang diikuti oleh berbagai peraturan pemerintah mempuyai implikasi pada perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya informasi, dilakukan kembali revisi atas kurikilum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.

Dalam sejarah kita dapat belajar beberapa fenomena yang baik untuk kita perbaiki untuk kemajuan pendidikan kita:

1. Kurikulum yang terus mengalami perombakan (pergantian) yang menyebabkan proses adaptasi siswa/i terhadap kurikulum sangat sulit

2. Mentri yang tidak tetap yang menjadi pemicu banyak rekomendasi (saran/masukan) terhadap kurikulum yang menurutnya baik untuk di terapkan

3. Kekonsitenan kita terhadap kurikulum yang sudah ditetapkan bersama dan fokus untuk kita dengan kurikulum yang ada untuk meningkatkan kualitas pendidikan

4. Kurang terjangkaunya sarana dan prasarana bagi sang penuntut pendidikan

5. Cakupan pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh beberapa masyarakat kalangan menengah yang berakibat pada kesenjangan kwalitas hidup.

Pendidikan yang selalu berkembang yang dipandu/dituntut oleh individu yang memiliki otoritas dan pengaruhnya terhadap pendidikan tersebut, yang tanpa disadarinya tidak melihat sebagian kalangan minoritas/bahkan mayoritas yang masih berharap untuk maju bersama, akan menimbulkan kesenjangan yang semakin melembar bahkan akan berakibat pada keterbalakangan kwalitas hidup.

Dunia kerja dalam bidang sekarang ini menuntut banyak hal, terutama terhadap diri kita. Kualitas pribadi dan potensi diri yang ada harus dioptimalkan untuk menjawab tantangan dan tuntutan tersebut. Dalam hal ini dunia yang berperan penting dalam kualitas dan daya kembang pribadi seseorang adalah dunia pendidikan. Pendidikan menjadi point penting dalam setiap kehidupan bersosialisasi. Meningkatkan kepercayaan diri dan menumbuhka semangat juang yang dapat dilihat secara nyata dalam setiap tindakan dan perilaku seseorang. Dalam kaitannya dengan keberagaman khususnya di Indonesia, pendidikan menjadi tanda tanya besar sebab dalam kenyataannya pendidikan yang seharusnya menjadi hak setiap individu yang disebut rakyat Indonesia dan kewajiban Negara untuk memeberikan pendidikan yang layak dan mencakup semua kalangan masyarakat indonesia belum terealisasikan. Berikut saya cantumkan data statistik pendidikan di indonesia dalam interval 1994-2015.


Dari data diatas kita dapat melihat bersama,masih begitu banyak masyarakat kita yang belum mendapatkan pendidikan yang layak terlebih ditambah dengan masyarakat yang buta hururf.

Pendidikan yang ideal dan layak menjadi impian setiap anak negeri ini. Pendidikan yang memberikan nuansabaru dimana dilamnya kita dapat mengenal satu dengan yang lain, mengerti akan kebinekaan,dan tahu apa yang harus kita perjuangkan. Selayaknya Negara melihat pendidikan ideal yang mencakup setiap warga negara. Melihat keberagaman bukan saja dari satu sisi, aspek, dan pandangan tetapi Negara harus melihat pendidikan dari segala keberagaman yang ada, memandang luas ke segala arah dimana masyarakatnya berada.

Jika sesorang bertanya, ”bagaimanakah pendidikan yang idel di Negara ini?”, seorang anak kecilpun tahu jika diberi pertanyaan semacam itu. Jika kita hanya berpegang pada satu jawaban anak kecil,atau pada seseorang ilmuwan besar,atau profesor, doktor, para serjana yang menumpuk dan terus di beri pupuk, ”kemakah arah pendidikan Negeri in akan dibawa?”. Beberapa gambaran tentang perjuangan anak negeri menjari pendidikan.12 Siswa SMP Sapu Bersih Medali di Olimpiade Sains, Neneng Zubaidah, Selasa, 13 Desember 2016 − 14:40 WIB, Nixon Widjaja, salah satu siswa SMP peraih mendali emas International Junior Science Olympiad (IJSO) di Bali.

BALI - 12 siswa SMP yang berlaga di International Junior Science Olympiad (IJSO) berhasil meraup medali. Mereka berhasil melampaui target yang ditetapkan pemerintah. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad mengaku, bangga kepada 12 siswa SMP ini karena semua berhasil meraih medali. Total lima emas dan tujuh perak dipersembahkan mereka yang melampaui target tiga emas yang sebelumnya ditetapkan. Banjir medali ini juga melampaui perolehan emas di IJSO di Korea tahun lalu yang hanya dapat dua emas.

“Sungguh luar biasa perjuangan anak-anak. Tidak ada perunggu, mereka bekerja keras untuk meraih emas dan perak. Perolehan medali ini menempatkan Indonesia di posisi kedua setelah Taiwan yang menjadi juara umum,” ujarnya usai menutup IJSO ke-13 di Nusa Dua Bali, Selasa (13/12/2016). Hamid mengatakan, tahun depan IJSO akan diselenggarakan di Belanda dan dia yakin kejayaan delegasi Indonesia akan terulang kembali. Dia berharap, tahun depan tim akan melampaui rekor perolehan delapan emas di IJSO 2005 lalu. Siswa yang akan bertanding akan dijaring dari para juara Olimpiade Sains Nasional (OSN). Setelah itu mereka akan dibina secara intensif oleh mentor yang berpengalaman dibidang sains. Para siswa yang meraih emas yakni, Nixon Widjaja, Epafroditus Kristiadi Susetyo, Aditya David Wirawan, Winston Cahya dan Albert Sutiono. Selain itu tujuh perak juga berhasil diraih pelajar Indonesia yakni Joan Nadia, Hanif Ahmad Jauhari, Raymond Valentino, Arkananta Rasendriya, Gede Aryana Saputra, Timotius Jason, dan Tanya Nuhaisy Wulandari.

Hamid menjelaskan, IJSO diinisiasi langsung oleh Indonesia sejak 2004 lalu. Ajang ini semakin bergengsi karena dari tahun ke tahun jumlah negara yang berpartisipasi selalu bertambah. Tahun ini IJSO diikuti 48 negara seperti Cina, Taiwan, Belanda, Brazil dan India. “Kita harap pesertanya semakin banyak dan semakin kompetitif. IJSO akan menjadi batu loncatan bagi anak SMP untuk bertanding di olimpiade sains tingkat SMA yang lebih spesifik,” katanya.Kata Hamid, pemerintah mendorong siswa mencintai sains melalui pertandingan semacam ini. Dia berharap, semakin banyak siswa yang menang di Olimpiade bergengsi akan memancing siswa lain untuk mencintai sains. Namun lebih dari itu, dia ingin semua guru bisa mengajarkan sains tanpa timbul rasa takut pada siswa. Dia menganggap, setiap kemajuan dunia ditentukan oleh sains sehingga guru pun akan selalu diinformasikan perkembangan baru tentang dunia sains.

Dalam kesempatan itu, Direktur Pembinaan SMP Kemendikbud Supriano mewakili pemerintah Indonesia menyerahkan bendera IJSO kepada Duta Besar Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol. Supriano berharap pada IJSO di Belanda tim pelajar Indonesia dapat mempertahankan medali emas yang telah diraih.

Dari cerminan diatas kita dapat melihat bahwa ada cakupan sekolah tertentu yang memiliki mutu, tetapi sebaliknya ada juga beberapa sekolah lain yang masih jauh dari harapan pemerintah bahkan negara, ”apa yang sebenarnya terjadi?”apakah hanya berpengaruh pada kwalitas individu (pelajarnya), ataukah kwalitas gurunya,menjadi PR besar bagi sang pemangku kekuasaan untuk melihat secara luas dan mengajak peran serta masyarakat untuk ikut berpartisispasi.Berikut beberpa berita terkait;

Kesenjangan Kualitas Picu Sebaran Siswa Tak Merata

PURWOKERTO, suaramerdeka.com - Adanya kesenjangan kualitas sekolah, selama ini dinilai menjadi salah satu pemicu yang menyebabkan sebaran siswa tidak merata. Keberadaan peserta didik lebih banyak terkonsentrasi di wilayah yang memiliki sekolah berkualitas.

Pengajar Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, Fauzi, mengatakan kesenjangan mutu sekolah yang terjadi saat ini harus ditekan. Salah satunya dengan terus mendorong seluruh sekolah untuk meningkatkan mutu dalam kegiatan pembelajarannya, sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.

”Adanya lulusan yang berkualitas menjadikan reputasi sekolah tersebut di masyarakat cukup baik. Apalagi sekarang reputasi institusi pendidikan berperan penting dalam mendongkrak popularitas. Bagi lembaga pendidikan yang reputasinya bagus, maka akan cenderung diminati masyarakat,” terang dia.Oleh karena itu, pada zaman sekarang, menurut, sekolah harus senantiasa berlomba-lomba meningkatkan mutu. Tidak hanya berlaku bagi sekolah negeri, tetapi juga bagi sekolah swasta. Bila sekolah swasta mampu mendongkrak reputasinya, tidak tertutup kemungkinan justru akan mengungguli sekolah negeri dari segi jumlah peminat.

”Fakta membuktikan sekolah-sekolah dengan mutu yang bagus akan banyak peminatnya. Meski belum dibuka masa pendaftaran, banyak yang langsung diserbu masyarakat yang ingin mendaftarkan anaknya,” ungkap Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan ini. Sekolah yang seperti ini, lanjut dia, tidak perlu melakukan promosi yang gencar. Apalagi masyarakat sekarang sudah semakin pandai dalam menilai sebuah sekolah berkualitas. Mereka akan memilih sekolah yang kualitasnya sudah terbukti.

Dalam mengatasi persoalan sebaran peserta didik yang tidak merata, menurut dia, semestinya solusi yang dilakukan pemerintah tidak harus dengan mendirikan unit sekolah baru. Pasalnya tanpa melakukan pertimbangan yang matang, tidak tertutup kemungkinan pendirian sekolah baru tersebut justru akan menimbulkan persoalan baru. Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Edy Rahardjo, mengatakan salah satu solusi dalam mengatasi persoalan sebaran peserta didik yang tidak merata adalah membatasi jumlah siswa di sekolah-sekolah yang selama ini banyak peminat. Dengan begitu, sekolah yang selama ini kekurangan peserta didik, mendapatkan limpahan siswa, sehingga terjadi pemerataan. (Budi Setyawan/CN19/SMNetwork)

Selain dari pada masalah kesenjangn dan kurang keterjangkauan dan pemerataan pendidikan bagi sang penerus bangsa,masalah lain muncul dari lembaga sekolah serta standar para guru sendiri yang belum memenuhi kriteria standarisasi sebagai seorang guru.Masalah tersebut termuat dalam ulasan kompas,berikut ulasannya;

      Berita Buruk Pendidikan Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia sejak zaman kemerdekaan berusaha memberikan layanan pendidikan yang baik untuk masyarakat. Semua itu terbukti dari prestasi yang sudah diraih hingga saat ini. Namun, di balik itu banyak masalah belum terselesaikan. "Selain berita baik mengenai prestasi Indonesia sejak dulu, ada pula berita buruknya,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan pada acara silaturahim dengan kepala Dinas Pendidikan, Senin (1/12/2014) di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Mendikbud menjelaskan, 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan. Berdasarkan pemetaan Kemendikbud terhadap 40.000 sekolah pada 2012, diketahui bahwa isi, proses, fasilitas, dan pengelolaan sebagian besar sekolah saat ini masih belum sesuai standar pendidikan yang baik seperti diamanatkan undang-undang. Tak hanya itu. Nilai rata-rata uji kompetensi guru yang diharapkan standarnya mencapai 70 belum terpenuhi. "Nilai rata-rata guru kita, yang kita harapkan 70, namun yang sekarang baru 44,5,” ujar Mendikbud.

Untuk itu, lanjut Mendikbud, pengembangan dan pembinaan guru menjadi fokus utama pemerintah ke depan. Mendikbud menambahkan, bila kompetensi guru memenuhi standar yang ada, maka layanan pendidikan yang baik bisa terwujud. Posisi Indonesia di beberapa hasil analisis mengenai pendidikan juga menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dievaluasi dan diperbaiki. "Kita posisinya nomor 40 dari 40 negara, apa pun cara yang kita siapkan, apa pun kesiapannya, apa pun alasannya, fakta ini terjadi," kata Mendikbud.

Ini semua karena kurangnya keseriusan dalam mempersiapkan layanan pendidikan yang baik, serta masih kurangnya motivasi dari para siswa dalam mendapatkan pendidikan.

"Selama satu dekade ini kita stagnan, sementara yang lain sedang mempersiapkan pertarungan dunia," ujar Mendikbud. Untuk itu, perlu ada keseriusan dalam memperbaiki kondisi tersebut serta dukungan dari berbagai pihak. Kembali menegaskan,dengan mengangkat tema tentang, ”mengagas pendidikan untuk Indonesia”.

“Kemanakah kita sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan akan sumber daya alam dan mausia yang melimpah ini harus bercermin?”.

Sebagai pembanding,saya mengambil contoh Negara dengan Luas wilayah : ± 583 km²,jumlah penduduk : 4.425.720 (2005),Kepadatan : ± 7.591 jiwa/km².Memiliki salah satu pelabuhan tersibuk di dunia dan merupakan pusat pertukaran mata uang asing terbesar keempat di dunia setelah London, New York dan Tokyo.Bank Dunia menempatkan Singapura pada peringkat hub logistik teratas dunia. Sistem Pendidikan di Singapura

27/05/2011 Yudi Kustiana

Sistem pendidikan Singapura didasarkan pada pemikiran bahwa setiap siswa memiliki bakat dan minat yang unik. Singapura memakai pendekatan yang fleksibel untuk membantu perkembangan potensi para siswa.

Pendidikan Pra Sekolah

Pendidikan pra sekolah diselenggarakan oleh Taman kanak-kanak dan pusat perawatan anak, terdiri dari program tiga tahun untuk anak usia 3 hingga 6 tahun. Terdaftar pada menteri pendidikan, Taman kanak-kanak di Singapura dilaksanakan oleh yayasan masyarakat, perkumpulan keagamaan, organisasi sosial dan bisnis. Pusat perawatan anak mendapat ijin dari Menteri Pengembangan Masyarakat dan olah raga.

Kebanyakan dari Taman kanak-kanak menyelenggarakan dua sesi sehari dengan tiap sesi pelatihan dari 2, 5 sampai 4 jam, 5-hari setiap minggunya. Pada umumnya kurikulum termasuk program berbahasa Inggris dan bahasa asing dengan pengecualian terhadap sistem luar negeri yaitu pada sekolah Internasional yang menawarkan program Taman kanak-kanak bagi anak-anak ekspatriat. Periode pendaftaran bagi setiap Taman kanak-kanak dan pusat perawatan berbeda-beda. Kebanyakan dari pusat perawatan anak menerima siswa dari negara manapun sepanjang tahun selama masih ada ketersediaan tempat. Silahkan menghubungi Taman kanak-kanak tersebut secara langsung untuk informasi mengenai pendaftaran, kurikulum dan lainnya.

Sekolah Dasar

Seorang anak di Singapura menjalani pendidikan dasar selama 6 tahun, terdiri dari empat tahun tahap dasar pertama yaitu Sekolah Dasar kelas 1 sampai 4 dan tahap orientasi tahun ke dua yaitu Sekolah Dasar kelas 5 sampai 6.

Pada tahap dasar, kurikulum inti terdiri dari pengajaran Bahasa Inggris, Bahasa daerah dan matematika, dengan mata pelajaran tambahan seperti musik, kesenian dan kerajinan tangan, pendidikan fisik dan pembelajaran sosial. Ilmu pengetahuan sudah diajarkan sejak kelas 3 Sekolah Dasar.

Untuk memaksimalkan potensi mereka, siswa diarahkan menurut kemampuan belajar mereka sebelum menguasai tahap orientasi. Pada akhir kelas 6 SD, siswa mengikuti Ujian Kelulusan Sekolah Dasar (Primary School Leaving Examination). Kurikulum Sekolah Dasar di Singapura telah digunakan sebagai model internasional, khususnya metode pengajaran matematika. Siswa asing dari negara manapun diterima di Sekolah Dasar menurut ketersediaan lowongan tempat.

Sekolah Lanjutan

Sekolah Lanjutan di Singapura terdiri dari sekolah dengan Dana Pemerintah, bantuan Pemerintah atau biaya sendiri. Para siswa melaksanakan pendidikan lanjutan selama 4 atau 5 tahun melalui program spesial, cepat ataupun normal. Program spesial dan cepat mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian GCE ‘O’ (Singapore-Cambridge General Certificate of Education ‘Ordinary’) pada tingkat empat. Siswa pada program normal dapat memilih jurusan akademik atau teknik, yang keduanya mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian GCE ‘N’ (Singapore-Cambridge General Certificate of Education ‘Normal’) pada tingkat empat dan jika hasilnya memuaskan, maka siswa akan mengikuti ujian GCE ‘O’ pada tingkat lima.

Kurikulum pendidikan lanjutan mencakup Bahasa Inggris, Bahasa daerah, Matematika, Ilmu Pengetahuan dan kemanusiaan. Pada tingkat lanjutan ke-3, siswa dapat memilih pilihan mereka sendiri tergantung apakah mereka di jurusan Seni, Ilmu Pengetahuan, Perniagaan atau teknik terapan.

Kurikulum pada Sekolah Lanjutan di Singapura dikenal di seluruh dunia atas kemampuannya untuk mengembangkan siswa melalui pemikiran yang kritis dan keterampilan intelektual. Siswa asing dari negara manapun diterima di Sekolah Lanjutan menurut ketersediaan lowongan tempat.

Dua institusi akademik swasta di Singapura juga menawarkan kepada siswa internasional pilihan kesempatan yang unik untuk meneruskan pendidikan dasar, lanjutan dan pendidikan akhir mereka. San Yu Adventist School yang dikelola oleh Seventh-day Adventist Mission (Singapura), menawarkan program mulai dari pendidikan dasar, pendidikan lanjutan dan pendidikan akhir bagi para siswa dengan budaya dan warga negara yang berbeda. St.Francis Methodist School yang merupakan anggota dari kelompok sekolah-sekolah metodist di Singapura, menawarkan pendidikan lanjutan dan akhir bagi para siswa lokal maupun internasional. Kedua sekolah tersebut terdaftar pada Menteri Pendidikan dan menawarkan kepada para siswa mereka kurikulum akademik yang fleksibel, berwawasan luas dan tepat. Sekolah-sekolah ini membanggakan diri mereka karena memiliki program yang melebihi persyaratan akademik biasanya, menggabungkan elemen- elemen pembelajaran yang kreatif ke dalam kurikulum reguler mereka.

 Akademi / Pra-Universitas

Setelah menyelesaikan ujian tingkat GCE ‘O’, para siswa diperbolehkan mendaftar untuk mengikuti program akademi selama dua tahun masa pelajaran pada pra-universitas atau institut terpadu selama tiga tahun masa pelajaran pada pra-universitas, yang keduanya merupakan dasar untuk masuk ke universitas. Kurikulum terdiri dari dua mata kuliah wajib, yaitu General Paper dan Mother Tongue, dan maksimum empat subyek Singapore-Cambridge General Certificate of Education ‘Advanced’ (GCE ‘A’) dari tingkat seni, ilmu pengetahuan dan pelajaran tentang perniagaan. Di akhir masa pelajaran pada pra universitas siswa mengikuti ujian tingkat GCE ‘A’.

Siswa asing dari negara manapun diterima di akademi dan pra-universitas menurut ketersediaan lowongan tempat.

Adapun negara lain yang dapat dijadikan contoh,terutama mengenai sistem pendidikan sebagai referensi bagi kita untuk menemukan sisitem pendidikan yang ideal yang dapat diterapkan di Negara kita.

Berikut beberapa negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia;

Negara dengan Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia 2016,Adanti Pradita,29 Nov 2016, 14:00 WIB

Negara ini tidak main-main soal pendidikan, bahkan beberapa faktanya akan membuatmu tercengang.Liputan6.com, Jakarta

 Kemajuan suatu negara tidak akan bisa sepenuhnya terjamin apabila pendidikan tidak dijadikan instrumen utama untuk mendongkraknya. Mengetahui pentingnya peranan pendidikan dalam memajukan bangsa, setiap negara di dunia berarti harus memprioritaskan penerapan sistem pendidikan dasar yang tepat dan efektif untuk dijadikan pedoman anak bangsanya. Sistem pendidikan dasar di setiap negara berbeda antar satu sama lain. Setiap negara memiliki keunggulan tersendiri yang membuat cara mendidiknya lebih unik daripada yang lain. Ada sejumlah komponen penting yang biasanya dijadikan tolak ukur perancangan suatu sistem pendidikan. Contohnya, bobot akademis, keterampilan berbahasa, penguasaan ilmu matematika, akses mendapatkan informasi mendasar, jangka waktu yang wajib ditempuh, kemampuan literasi, keandalan berinovasi dan masih banyak lagi.

Tentunya setiap negara memiliki pandangan masing-masing soal ini; ada yang lebih mengutamakan bobot akademisnya, ada pula yang tidak terlalu mementingkan akademis namun lebih pada ke pelatihan moralnya, dan sebagainya.

Meski semua negara bekerja keras menjadikan sistem pendidikan mereka yang terunggul diantara lainnya, hanya segelintir saja yang berhasil masuk dalam kategori terbaik di dunia.

Lalu, negara manakah yang secara universal pendidikan dasarnya dinilai paling baik diantara yang terbaik dunia itu?. Seperti dimuat di situs MBC Times, Selasa (29/11/2016), negara dengan pendidikan dasar terbaik di dunia adalah Korea Selatan. Penilaian tersebut merupakan kesimpulan dari sejumlah riset yang diulas oleh PBB sejak 2012 hingga sekarang. Penilaiannya dilakukan berdasarkan tingkat kecerdasan murid, kejelasan teknik pembelajaran, keterkaitan kuat dengan budaya, akuntabilitas dan keterlibatan murid dalam kegiatan yang membuatnya lebih aktif di tengah masyarakat luas.

Selain mengemban status terbaik dari segi sistem pendidikannya, Korea Selatan juga dipandang sebagai salah satu negara paling berdedikasi di dunia. Ini dibuktikan dengan pengabdian murid-muridnya yang bersekolah selama tujuh hari seminggu dan sudah mengerjakan pekerjaan rumah sejak usianya masih sangat muda. Terlebih, pendidikan dasar di Korea Selatan juga mengajarkan pentingnya untuk guru diperlakukan dengan hormat. Mereka tidak main-main soal menghargai kedudukan seseorang, ibu atau bapak guru dianggap setara dengan seorang dokter atau pengacara di negara-negara Barat.Kemudian, penguasaan bahasa Inggris bisa dikatakan sangat baik, dengan kemampuan mempraktekkan bahasanya tergolong cukup mahir. Orang Korea Selatan bahkan dinilai lebih bagus berbahasa Inggrisnya dibandingkan orang Prancis.

Adapun komentar mantan Kemendikbud kita,Bapak Anies Baswedan mengenai pendidikan di Indonesia;Anies Baswedan Sebut Pendidikan Indonesia Gawat Darurat,Senin, 1 Desember 2014 | 13:45 WIB

Kompas.com/Robertus Belarminus Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan melakukan sidak di SD Negeri Sukmajaya. Jumat (14/11/2014).

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyebut kondisi pendidikan Indonesia saat ini sedang dalam kondisi gawat darurat. Dari sejumlah data yang dimiliki Kemendikbud, dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia menunjukkan hasil buruk. "Pendidikan Indonesia sedang dalam gawat darurat. Fakta-fakta ini adalah sebuah kegentingan yang harus segera diubah," ujar Anies, dalam pemaparan materi di hadapan kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, di Kemendikbud, Senin (1/12/2014). Berikut beberapa data mengenai hasil buruk yang dicapai dunia pendidikan Indonesia pada beberapa tahun terakhir.

1. Sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan.

2. Nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5. Padahal, nilai standar kompetensi guru adalah 75.

3. Indonesia masuk dalam peringkat 40 dari 40 negara, pada pemetaan kualitas pendidikan, menurut lembaga The Learning Curve.

4. Dalam pemetaan di bidang pendidikan tinggi, Indonesia berada di peringkat 49, dari 50 negara yang diteliti.

5. Pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64, dari 65 negara yang dikeluarkan oleh lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), pada tahun 2012. Anies mengatakan, tren kinerja pendidikan Indonesia pada pemetaan PISA pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan.

6. Indonesia menjadi peringkat 103 dunia, negara yang dunia pendidikannya diwarnai aksi suap- menyuap dan pungutan liar. Selain itu, Anies mengatakan, dalam dua bulan terakhir, yaitu pada Oktober hingga November, angka kekerasan yang melibatkan siswa di dalam dan luar sekolah di Indonesia mencapai 230 kasus.

Data-data ini, sebut Anies, menunjukkan kinerja buruk pemerintah, yang perlu mendapat perhatian serius. "Kita semua bertanggung jawab. Kita harus turun tangan. Langkah yang harus kita kerjakan jangan tanggung-tanggung. Banyak hal yang harus kita ubah demi pendidikan Indonesia," kata Anies.

Dengan melihat kondisi sejarah pendidikan di Indonesia dan juga permasalahan yang sekarang ini dialami Negara mengenai sistem pendidikan yang ideal. Kita sebagai masyarakat seharus menyadari hal tersebut.Mulai membuka diri untuk peran aktif dalam meningkatkan kwalitas pendidikan di Negar kita ini. Mengambil peranan masing-masing yang dapat kita lakukan untuk menunjang sistem yang telah disepakati bersama. Turut serta mengawasi dan proaktif dalam memantau setiap pengambilan putusan yang melibatkan nasib bersama.

Slogan yang tak henti-hentinya digeloran oleh Bapak Presiden kita, Jokowi Dodo harus kita dukung dan kita realisasikan guna kebaikan bersama. Tanpa harus saling memandang dan berburuk sangka. Perbedaan yang ada kita jadikan semngat untuk mewujudkan cita bersama yang pastinya akan mendatangkan kebaikan bagi kita.

Revolusi mental harus kita wujudkan dalam tiap pribadi kita, tanpa harus berpegang pada setiap putusan dan aturan, kita sesama masyarakat yang dengan niat baik untuk membangun Negara ini tahu apa yang harus kita lakukan.

Cerminan negara-negara maju dan kwalitas pendidikan yang mereka gunakan dalam menunjang setiap aspek yang meningkatkan taraf hidup masyarakat mereka perlu kita terapkan di Negara kita. Merefleksikan segala yang baik dalam kehidupan kita untuk meningkatkan kwalitas diri dan membangun potensi yang tersembunyi itulah yang harus kita lakukan.

Seorang tokoh yang memperjuangkan pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia. Seorang pemikir yang menjadi landasan dan dasar yang kokoh bagi bangsa Indonesia untuk melangkah lebih jauh, memperlihatkan identitas sejati dari sang garuda. Ki Hajar Dewantara telah meletakan itu semua di pundak kita, setiap individu yang disebut rakyat Indonesia dan bagi penerus bangsa untuk melanjutkan setiap jejak langkah yang telah terpatri di tanah Ibu pertiwi. Berikut saya lampirkan kutipan Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan;

Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri.

Pendidikan hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.

(Ki Hajar Dewantara)

Pendidikan menjadi saran bagi anak-anak untuk tumbuh dan perkembang. Mengetahui banyak hal tentang perbedaan. Menemukan jati diri dan membangun kwalitas diri dan potensi yang dimiliki untuk kondisi pribadi dan bangsa yang semakin baik kedepannya. Sarana dan prasaran pendidikan serta peran guru sangatlah penting untuk ditinjau dan didukung, memberikan kwalitas pendidikan yang terbaik untuk masa depan suatu bangsa ditentukan oleh tangan para pendahulu kita. Sekarang tinggal kita sebagai penerus melanjutkan dan merawatnya serta memperbaikinya untuk mewujudkan suatu keadilan dalam sistem pendidikan yang lebih baik lagi kedepannya.

Tanggung jawab dan beban besar bagi sang pemangku kekuasaan. Melihat secara luas polemik yang terjadi dan sesegera mungkin untuk menemukan cara terbaik untuk memperbaikinya. Besar harapa untuk tidak melihat dari sudut pangdang yang hanya terfokus pada satu obyek dan obyek lain dihilangkan. Mencari kenyamanan sesaat sekedar mengorbankan sesuatu yang sangat menentukan di masa yang akan datang.

Pada dasarnya Indonesia dengan keberagaman yang banyak sangat menuntut kesinambungan dalam mengambil tindakan dan menerapkannya. Meniadakan segala aspek yang akan menimbulkan akibat yang berhujung melebarnya kesenjangan antara masyrakat itu sendiri. Memulai sesuatu dari yang paling dasar yang dapat diselesaikan dengan baik menentukan tindakan selanjutnya yang akan diambil.

Pendidikan dasar yang seharusnya menjadi landasan khususnya pendidikan dalam rumah tangga,secara optimal harus ditingkatkan. Pendidikan dasar yang membentuk karakter seeorang ketika menghadapi situasi yang berbeda dengan pribadi yang berbeda dilihat dari aspek yang luas sangat menentukan. Seorang individu yang dibentuk dengan baik dari dasarnya akan memiliki pandangan luas mengenai suatu permasalahan an dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial. Pendidikan ideal sudah semestinya dibangun dari keluarga dimana tindakan dalam mendidik seseorang akan menentukan sistem pendidikan yang baik yang harus diterapkan di masyrakat majemuk.

Dengan tingkatan yang baik akan menciptakan suatu tatanan sistem pendidikan yang baikpula. Dimana akan terbentuknya revolusi mental yang selalu digelorakan oleh Bapak Presiden kita. Contoh-contoh sistem pendidikan terbaik dunia yang dipakai di beberapa negara dasarnya tidak terlepas dari pendidikan dalam keluarga hingga terbentuknya sistem pendidikan yang ideal. Berikut saya lampirkan tanggapan Bapak presiden mengenai sistem pendidikan Indonesia khususnya yang berdampak pada kesenjangan.

TANGGAPAN JOKOWI TENTANG "RSBI"

RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) kalau menurut saya pribadi RSBI itu Kepanjangannya (Rintisan Sekolah Bertarif Internasional), karena biayanya yang mahal jadi menghambat siswa-siswa kelompok menengah ke bawah yang mempunyai prestasi baik tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena alasan Biaya Pendidkan Yang Bermutu Sangat Mahal.

Pada kesempatan ini Gubernur juga berpendapat sama dengan saya, beliu sangat setuju dengan dibubarkannya RSBI, karena akan menimbulkan kastanisasi di dunia pendidikan. Padahal dalam UUD 1945 tidak ada istilah kastanisasi pendidikan. Berikut ungkapan Jokowi pada saat diwawancari :"RSBI dihapuskan? Ya bagus itu, saya setuju," ujar Joko Widodo ketika melakukan kunjungan ke Terminal Blok M, Jakarta Selatan, 8 Januari 2012. Menurutnya RSBI yang ada saat ini biayanya cukup mahal. Sementara, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, biaya mahal justru tidak menjamin kualitas pendidikan yang baik. "Kalau bayar mahal juga tidak menjamin sebuah kualitas loh," katanya.

Jokowi yang baru saja terpilih sebagai walikota terbaik ketiga se-dunia 2012 versi The World Mayor Project itu menilai, tanpa adanya sekolah RSBI pun, pelajar di Jakarta tetap dapat mengukir prestasi dan mampu bersaing dengan pelajar dari negara-negara lain. "Dulu nggakada RSBI, pelajar kita juga sudah baik kok," tuturnya. Karena itu untuk membuat suatu sistem pendidikan yang berkualitas yang terpenting adalah meningkatkan kualitas pendidik dan juga fasilitas yang ada di tiap sekolah. "SDM gurunya harus ditingkatkan, fasilitas di sekolah disiapkan semuanya. Baik itu perpustakaannya, laboratoriumnya dan fasilitas penunjang lainnya, itu harus diperbaiki," katanya.

Terkait keputusan MK, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengatakan dengan dibatalkannya Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tersebut maka RSBI harus dibubarkan. "RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan yang sebelumnya ada di RSBI juga harus dibatalkan," kata dia.

Bagi banyak orang pendidikan menjadi faktor utama, tetapi untuk hal lain beberapa orang menggadaikan pendidikan untuk alasan yang seharusnya dapat ditiadakan. Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa terkecuali.terwujudnya pendidikan yang ideal tergantung dari setiap kita memaknai dan bertindak,apakah secara berama-sama atau sendiri, untuk kepentingan bersama atau kepentingan perseorangan.

By: Freddy Saputra r Taebenu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tangisan Dalam Keadilan

Putaran Yang Menentukan